Minggu, 30 November 2008

Tentara ikut nyoblos gak di PEMILU 2009

Waah,,tidak lama lagi PEMILU akan kembali dilaksanakan,,ya tepatnya pada 9 April 2009...Tapi adakah perubahan dalm PEMILU kali ini??? Denger2 'ni Tentara bakal ikut nyoblos...Bener gak ya....??

Di akhir masa jabatannya mantan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto memberikan "pesan" sangat besar kepada penggantinya yakni, Marsekal Djoko Suyanto. Dia menitip pesan agar TNI diperjuangkan mendapat hak-hak politik dalam Pemilu 2009. Dari statement ini telah memicu polemik politik diberbagai media massa ihwal TNI ikut Pemilu 2009, yang sebenarnya ketidakpastian hak memilih bagi anggota TNI dan Polri sebagai warga negara Indonesia merupakan masalah lama.

Pada level perundang-undangan sendiri, terjadi kesimpangsiuran mengenai hak pilih TNI. UU No.3/1999 Tentang Pemilihan Umum yang telah diubah oleh UU No. 4/2000, melalui pasal 30, sebenarnya sudah secara tegas melarang anggota TNI. Dalam UU ini masih menggunakan istilah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk menggunakan hak pilih dalam perhelatan pemilu.

Namun, larangan dalam UU No.3/1999 dikaburkan oleh pasal 145 UU No.12/2003 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Di mana pasal tersebut menyatakan secara spesifik bahwa anggota TNI dan Polri tidak menggunakan hak memilih pada Pemilu 2004. Ketentuan yang sama juga termaktub dalam pasal 102 UU No.23/2003 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam UU No.34/2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, pasal 39, tertuang prajurit dilarang terlibat dalam: 1) kegiatan menjadi anggota partai politik, 2) kegiatan politik praktis, 3) kegiatan bisnis, dan 4) kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.
Dalam berdemokrasi, bila saja hak memilih anggota TNI dan Polri pada Pemilu 2009 digunakan. Pertama, hak memilih merupakan hak asasi setiap warga negara. Selain itu, Fraksi TNI dan Polri di lembaga-lembaga legislatif pusat dan daerah telah dihapuskan sehingga tidak ada anggota legislatif yang menjadi wakil TNI dan Polri secara resmi. Kedua, sebagai pegawai negeri, PNS, anggota TNI dan Polri memiliki status yang sama dalam menggunakan hak dipilihnya, yakni hak untuk mengajukan diri atau diajukan sebagai calon dalam pemilu, dan ketiga, tidak boleh menjadi anggota partai politik dan menjadi calon dalam pemilu. Mereka boleh terjun ke dunia politik dengan syarat harus berhenti sebagai pegawai negeri. Hal ini jelas dan diatur dalam UU No. 43/1999 Tentang Pokok-pokok Pegawai Negeri, UU Pemilu, UU No. 23/2003 Tentang Pilpres, dan UU No. 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah (yang mengatur pilkada).

Namun, terdapat perbedaan antara PNS dan anggota TNI dan Polri dalam hak memilih. PNS tidak pernah kehilangan hak memilih, sedangkan anggota TNI dan Polri tidak mempunyai hak memilih semenjak Pemilu 1971 hingga sekarang. Perbedaan ini sudah waktunya dihilangkan karena PNS dan anggota TNI dan Polri seharusnya mempunyai status sama dalam berhubungan dengan dunia politik. Dengan diberikannya hak memilih bagi anggota TNI dan Polri, berarti netralitas pegawai negeri jadi mempunyai pengertian sama, "berhak memilih dan dipilih".

Persoalannya kini, apakah kematangan dan profesionalisme TNI dan Polri siap untuk larut "berjibaku" secara fair, sehat, adil dan demokratis? Apakah ini pernyataan tulus dan sepenuh hati untuk penegakan HAM, membela hak politik anggota TNI dan Polri, atau sebaliknya, ingin menjerumuskan? Atau, ada grand strategy lain di balik statement itu?Entahlah kesimpangsiuran pendapat serta ketidakpastian regulasi tampaknya menjadi faktor utama kontroversi ini....
dikutip dari website resmi TNI
next... »»